Bagi saya, BBKU atau Bulan Blogging KBM UGM memang layak
diapresiasi. Kehadirannya bisa menjadi pemantik bagi saya untuk berkarya
kembali, atau setidaknya ada ‘paksaan’ untuk mulai aktif lagi – meski
sebelumnya saya pernah berjanji untuk kembali menulis dalam “Sebuah
Introduksi”, apalah hamba hanya pribadi yang malas dan masih jauh dari
kesempurnaan. Harap Maklum.
Sebagai pembuka, saya mempersembahkan diri saya sendiri
untuk bisa kalian santap. Persembahan saya kali ini hadir dalam bentuk fakta-fakta
tentang diri saya. Kenapa persembahan? Merupakan hal baru bagi saya untuk
mengungkapkan fakta diri, bagi saya itu adalah kelemahan yang seharusnya saya
simpan dalam-dalam, kalau bisa saya masukkan peti dan buang jauh-jauh. Tapi tak
mengapa, namanya juga persembahan, ya juntrungannya
selalu jadi pengorbanan.
Ada 10 fakta diri. Fakta pertama, saya sejujurnya malas
mengungkapkan siapa diri saya sebenarnya, selain karena saya juga belum tahu
peran dan fungsi saya di dunia, akan lebih asyik jika semua orang memiliki citranya
sendiri tentang saya, jika mereka yakin citra itu adalah saya, voila! Maka itu fakta (btw nama saya bukan citra).
Kedua, ini yakin 10 ga
terlalu banyak? Saya lebih suka jika menjelaskan fakta-fakta tersebut hanya
dalam lima baris, selain karena saya sudah terbiasa menulis artikel kompilasi
Ma-Ling (Lima Paling) dalam media saya terdahulu, menurut saya On The Spot itu
program revolusioner, modal konten “Lima Batu Paling Mujarab Versi On The Spot”
dan comot sana-sini dari Youtube, buat On The Spot sukses mentereng dalam primetime TV-TV nasional.
Ketiga, saya sedang menulis blog ini ditemani hujan deras.
Tinggal di Jogja membuat saya memahami hujan dalam artian lain. Di Jakarta
(atau Tangerang), hujan identik dengan suatu hambatan – hambatan pergi ke
kantor, hambatan pergi ke rumah pacar, atau hambatan untuk bisa keluar dari
kasur yang menghangatkan. Tapi di Jogja, hujan selalu saya nantikan,
kehadirannya membuat saya nyaman dan tentram, karena kos saya panas. Gitu aja.
Keempat, tugas Teori Media saya belum kelar. Jujur, semakin banyak halaman demi halaman yang saya tulis, kok saya makin merasa tidak puas ya? Pertanda apa ini Ya Allah? Semoga
bukan pertanda buruk.
Kelima, saya menulis ditemani playlist musik-musik sampled
macam tomppabeats, Ljones, jinsang, saib., dan jou beats yang saya dapatkan
mayoritas melalui channel Youtube
“Anime Vibe”. Musik yang awamnya disebut bergenre chill atau ambience ini
memang sedang rutin saya dengarkan. Bagus untuk relaksasi.
Tinggal di Jogja membuat saya merasa ada yang tertinggal di
rumah. Seandainya saya bisa membawa router
wifi dan kecepatan internetnya ke Jogja, alamak indah nian. Jika dahulu orang
berkata bahwa buku adalah jendela dunia, menurut saya internet adalah jendela
dunia masa kini. Namun internet adalah jendela yang menghadap ke lautan
luas,kadang lautan itu bergemuruh, kadang lautan itu menyimpan palung yang
dasarnya tidak pernah bisa saya temui. Seru dan menyeramkan yang hadir dalam
internet merupakan fakta diri keenam. Sengaja saya balik biar kamu nanya.
Izinkan saya menghela
nafas sejenak, entah mengapa proses penulisan fakta diri ini malah membuat saya
homesick. Kalau bisa selain internet,
saya juga ingin membawa Pamulang 2 – komplek tempat saya tinggal – ke Jogja.
Besar memang, saya tidak tahu berapa biaya kargo yang harus dirogoh untuk
memboyong Pamulang ke Jogja, tapi saya rasa ide itu asyik.
Paragraf diatas adalah fakta diri ketujuh. Paragraf dibawah
adalah fakta diri kedelapan.
Tinggal di Jogja berarti meninggalkan banyak janji. Meninggalkan
bukan berarti melupakan, meninggalkan dalam konteks ini adalah menyimpan, dan
mendahului yang lainnya untuk ditepati lebih dulu. Saya berjanji karena tidak
ingin kehilangan, bukan kilah untuk membuai atau beri angan-angan, janji bagi
saya merupakan medali kehormatan terbesar bagi laki-laki, maka itu janji harus
ditepati.
Kesembilan. Menantikan munculnya band ciamik macam Float.
Kapan bisa merasakan Float2Nature? Kapan bisa bersua lagi dengan Taman Surya
Kencana? Kenapa tidak ada lagi lagu yang liriknya simpel tapi mengena seperti
“Konservatif”-nya The Adams? Pengin baca lagi novel karya Dono Warkop.
Comments
Post a Comment