Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Aishiteraburu

Mobil merah konvertibel itu melaju kencang, melipat-lipat hamparan hutan pinus yang tertinggal bersama dengan deru mesin. Perempuan berbaya itu menyetir, suntuk dan jari-jarinya mengetuk tuas persneling. Aku di samping, melihat rambutnya berusaha dibawa lari oleh angin sedangkan belum ada keinginan ini untuk menyatakan cinta. Perempuan itu adalah penculik, setidaknya itu yang dia bilang ketika menelepon keluargaku tadi. Dia mengajak aku pergi ketika aku pulang sekolah, di waktu-waktu yang panas, ketika si bangsat Herman memukul perutku dan pekerjaan rumah yang belum dikumpulkan. Aku pernah dengar nasehat para orang tua soal orang asing. Jangan percaya mereka sama sekali. Tapi pada orang tua yang tidak pernah percaya tentang orang asing jahat yang cantik, kini dia tepat di depanku, menatap dari atas ke bawah. Perempuan tersebut menghampiriku, angkuh dan tidak bisa ditolak. Dia bilang akan mengajak aku ke suatu tempat yang menyenangkan. “Menyenangkan untuk siapa?” aku bil

Dilan, Dia adalah Hasratku Tahun 1990

Dilan, siswa SMA panglima geng motor yang kasar, ganteng, dan romantisnya kebangetan itu bukanlah tokoh utama. Dalam wujud yang sederhana, film garapan Fajar Bustomi dan Pidi Baiq ini bercerita tentang Milea, subjek yang dalam pengembaraannya, berhasrat untuk membebaskan diri dari tubuh yang terkekang, melalui sosok Dilan. Milea adalah tokoh utama, namun tidak seperti tokoh-tokoh utama dalam film lain yang memiliki kekurangan dan sebuah tujuan yang ingin dicapai, Milea tidak. Dia telah sempurna bahkan sejak paragraf pertama film ini dituturkan. Jika merujuk konteks historis tahun 1990, Milea tentu berada pada posisi sosial tertinggi; dia anak seorang tentara, dia adalah anak Jakarta yang pindah ke Bandung untuk bersekolah. Menjadi wajar jika kemudian, Milea memiliki banyak teman, dia juga didekati banyak pria, padahal dia baru bersekolah selama dua minggu. Cerita tentang Milea, yang terkesan datar seharusnya tidak terlalu menarik. Sepanjang cerita, penonton tidak disuguhk

Terima Kasih Kim Jong Un Kau Mempersatukan Kami, Fans K-Pop dan J-Pop

Jepang dan Korsel itu mirip Amerika dengan Rusia, hubungannya naik turun tetapi lebih banyak marahannya. Buntutnya bisa ditarik jauh pas Perang Dunia Kedua, kalau Amerika dan Rusia (Soviet ketika itu) sedikit banyak lantaran memperebutkan patok Jerman lengkap dengan obral ideologi komunisme vs liberalisme, Jepang dan Korsel adalah mantan penjajah dan terjajah dimana si penjajah sampai sekarang berlagak lupa dan ngga pernah minta maaf karena pernah membantai masyarakat terjajah. Akhirnya hingga sekarang, Jepang dan Korsel masuk dalam fase diem-dieman, mirip-mirip remaja SMA kalo lagi ngambekan, disapa cuma nyengir, dibelakang diomongin, hadeh . Persaingannya pun begitu kentara, ngga hanya di ranah industri teknologi, tetapi juga sampai ke hal yang lebih remeh (baca: budaya pop). Korsel misalnya, selepas pendudukan Jepang, segala hal yang berbau jepangisasi dilarang (kamu bisa googling Law For Punishing Anti-National Deeds 반민족행위처벌법) , tidak ada yang namanya anime, film atau dram

Kebetulan Stereotip dalam Kue Manis Bernama Wonder

Pertemuan saya dengan Wonder, film garapan Stephen Chbosky tidaklah disengaja. Ketika itu saya bersama pacar ingin menonton Star Wars: The Last Jedi, namun penuh; lalu saya ganti ingin menonton Coco, ternyata waktunya tidak tepat karena bertabrakan dengan waktu Maghrib; lalu ketika saya ingin menonton Ayat-Ayat Cinta 2, ternyata pacar saya bukan penggemar Fahri yang katanya mau bubarin KPK ntuh . Jadi sebenarnya Wonder bukanlah film yang masuk kedalam list tontonan saya di penghujung 2017. Tetapi seperti kata pepatah yang saya bikin sendiri, “perjumpaan ada karena tidak terduga”, saya bersyukur berjumpa dengan Wonder, film ini bagus. Bagus. Kalau saya menjawab pertanyaan esai dengan kata tersebut, Dosen Pembimbing pasti sudah menulis dengan huruf-huruf kapital diatas lembar jawaban saya, “BAGUS? BAGUS APA? BAGUS NTRL? BAGUS MULYADI? KAPUR BAGUS? COBA KAMU ELABORASIKAN KATA BAGUS ITU.” Jadi begini, Wonder mengikuti cerita seorang Auggie Pullman, yang dideskripsikan oleh