Skip to main content

Perempuan SMA dalam “Nage Kissu de Uchiotose”

*Dengarkan lagunya untuk pengalaman yang lebih imersif

Ketika pertama kali mendengarnya, saya pikir “Nage Kissu De Uchiotose” adalah lagu yang ditujukan langsung (direct) kepada fans, seperti ‘jatuhkan’ fans ‘dengan kiss-bye’ dari idolanya. Namun setelah saya telusuri lagi, lagu ini ternyata menghadirkan performa identitas gender  dari perempuan SMA dalam mencintai lelaki di sekolahnya.

Berikut adalah analisis serampangan saya tentang lirik lagu “Nage Kissu De Uchi Otose” atau “Jatuhkan dengan Kiss-Bye!” dari JKT48. Berikut liriknya;

sedang mengincar semua anak
gadis seluruh sekolah

Karena lirik ini adalah hasil translasi langsung dari Jepang ke Indonesia, struktur kalimatnya sedikit berubah, maka dalam lirik ini yang terjadi adalah, “seluruh anak gadis di sekolah sedang mengincar” sesuatu yang belum teridentifikasi.

kakak kelas dan adik kelas juga
serta teman sekelas
warna matanya berbeda
semuanya saingan, yay!

Penekanan lebih lanjut soal “semua anak gadis seluruh sekolah”, sebelumnya saya melihat jika “warna matanya berbeda” adalah bentuk lain dari determinasi, tetapi kembali saya berpikir, bagaimana jika warna mata seseorang yang diincar ini secara literal matanya memang berbeda? Seorang lelaki kaukasian.

Gadis sekolah ini pun bersaing.. namun “yay” ini perlu digarisbawahi, karena jika mendegar lagunya, suara “yay” adalah ekspresi “kebahagiaan” dan “kesenangan”, sesuatu yang jika dilihat dari kacamata gender, sangat feminin, (laki-laki bersaing dengan serius, sebaliknya perempuan melakukannya dengan rasa senang).

cinta pada dirinya
cinta yang sangat dalam
maafkan aku

tapi kuterima cintanya

‘Sesuatu’ yang diincar oleh seluruh gadis SMA ini telah ditampilkan melalui kata ‘dirinya’. Kata ini artinya bisa beragam, tapi mungkin bisa berarti kepada sesuatu yang dekat, ada dalam pandangan.

Yang menarik adalah bait “maafkan aku” ini, kepada siapa ditujukan kata-kata ini? Entahlah tetapi saya berpikir jika kata-kata ini ditujukan kepada para fans, yang sedang melihat repertoir perempuan SMA ini dalam sebuah konstruksi identitas. “kuterima cintanya” adalah bentuk kalimat pasif yang mendudukkan subjek ‘aku’ dalam konteks ini seorang perempuan SMU sebagai subjek pasif yang hanya bisa menunggu.

jatuhkanlah semua dengan kiss bye 
hati yang terbang di langit
ingin kutangkap dengan lenganku ini

dari bait sebelumnya, saya bisa menetahui jika lirik ini sedang menceritakan seorang laki-laki, yang sedang diincar oleh seluruh gadis di sekolah, “jatuhkanlah semua dengan kiss bye” – lagi-lagi hiperbolik, jika satu kiss-bye dari lelaki tersebut mampu ‘menjatuhkan’ semua gadis sekolah tersebut.

“Hati yang terbang di langit” adalah metafor afeksi yang diberikan si laki-laki (hanya dalam bentuk kiss-bye?) kepada gadis sekolah tersebut. Kata ‘ingin’ patut digarisbawahi karena menjadi isyarat process of becoming, sesuatu yang tidak akan pernah tercapai dan selalu diidam-idamkan, meskipun (semua) gadis sekolah sangat ingin memiliki rasa afeksi tersebut.

jatuhkanlah semua dengan kiss bye
misil senyumanmu itu
dibandingkan malaikat pun lebih akurat

ini adalah bait reff kedua, pemilihan kata ‘misil’ menjadi menarik, lagi-lagi sebagai metafor proses afeksi yang diberikan laki-laki, dalam bentuk ‘misil’ – yang jika dicermati, ada sexual innuendo, bentuk penis. Sudah menjadi konvensi kultural jika cinta terjadi berkat campur tangan malaikat, misal: cupid, ini adalah bentuk lain dari hiperbola yang melihat seberapa besar cinta yang para gadis sekolah ini rasakan.

klub rugby setelah pelajaran usai
latihan bersama

Olahraga rugby adalah olahraga keras yang populer di Amerika Serikat (tidak di Indonesia), cenderung kasar, ikon dari maskulinitas. Merujuk pada bait sebelumnya, “latihan bersama” menyiratkan jika lelaki tersebut terlibat didalam olahraga ini.

para penggemar yang menonton di tribun
semuanya bersama

‘penggemar’ memiliki kesamaan dengan “gadis seluruh sekolah” yang dalam bait sebelumnya telah dijelaskan ‘mengincar lelaki’ tersebut. “Semuanya bersama” menjadi penekanan lebih lanjut soal “gadis seluruh sekolah”.

setiap melihat tackle
dengan suara yang keras, yay!

Didalam olahraga rugby, ‘tackle’ adalah hal yang umum dilakukan pemain untuk merebut bola dari lawan, dengan cara menerjang dan merubuhkan lawan tersebut. Maka jika digabungkan antara bait diatas, “setiap melihat tackle” dan “dengan suara keras” adalah teriakan gadis sekolah ketika melihat laki-laki tersebut melakukan ‘tackle’.

Penekanan ‘yay’ sama seperti bait sebelumnya, ekspresi kesenangan para gadis sekolah ketika para lelaki mempertontonkan kekerasan, sangat tribal dan primitif sekali, bagaimana kekerasan bisa digunakan untuk menarik hati perempuan.

dia luar biasa
sangat keren sekali
memakai cara apapun juga
happy ending

Masih kelanjutan dari bait sebelumnya, “dia luar biasa” dan “sangat keren sekali” adalah bentuk pujian berlebihan “para gadis sekolah” kepada si lelaki tersebut. Menarik jika mencermati kalimatnya, tidak ditujukan secara langsung tetapi hanya dari kejauhan.

bagaikan ditembak dengan machine gun
peluru-peluru cinta
Aku terjatuh tanpa sempat bergerak

masuk reff kedua, satu lagi metafor kekerasan, diwakili ‘machine gun’. ‘peluru-peluru’ ini banyak dan langsung menghujam perasaan. “aku terjatuh tanpa sempat bergerak” adalah bait lanjutan dari “peluru-peluru cinta” yang berbentuk hiperbola, ketika para gadis sekolah didalam lagu ini tidak berdaya karena menerima – merujuk pada reff pertama yakni ‘kiss-bye’ dari si lelaki kaukasian.

Bagaikan ditembak dengan machine gun
seluruh tubuh ini
lebih sadis dari cara gangster dilantik

Masih dalam reff kedua, perasaan para gadis sekolah ini kembali dihadirkan dalam bentuk kekerasan. “lebih sadis dari cara gangster dilantik” menunjukkan (kembali) ketidakberdayaan si gadis sekolah dihadapan si lelaki.
orang sepopuler itu
walau ada seorang saja
sekolah yang membosankan pun
jadi surga warna mawar
masuk ke bridge sebelum reff terakhir, “orang sepopuler itu” merujuk pada lelaki yang dielu-elukan para gadis sekolah. Kehadirannya di sekolah, “walau ada seorang saja” mampu mengubah sekolah yang membosankan, menjadi “surga warna mawar”. Menarik bagaimana para gadis sekolah melihat sekolah hanya sebagai ajang mencari ‘lelaki idaman’, karena bagi mereka belajar itu membosankan.

“Surga warna mawar” patut digarisbawahi, kenapa warna mawar? Bukan warna merah atau sekalian warna-warni untuk menggambarkan perasaan senang? Mawar bukanlah jenis warna, merah atau putih barulah jenis warna.

Dari pembacaan lirik diatas saya melihat bagaimana identitas gender para gadis SMA ditampilkan begitu pasif, terlihat mereka hanya bisa menyaksikan lelaki idamannya dari pinggir lapangan, perempuan pasif, lelaki aktif, perempuan domestik, lelaki publik.

 “Warna matanya berbeda” juga bisa dikaitkan dengan identitas gender pasca kolonial, bagaimana ras kulit putih masih diagung-agungkan di negara oriental, tanda ini makin diperkuat dengan relasi olahraga rugby yang memang datang dari Amerika Serikat, sehingga antusiasme perempuan Asia kepada lelaki kaukasian ditampilkan begitu jelas.

Yang menarik adalah bagaimana proses afeksi dihadirkan melalui metafora kekerasan. “jatuhkanlah semua dengan kiss-bye”, “misil senyumanmu itu”, ‘tackle’, “bagaikan ditembak dengan machine gun”, “peluru-peluru cinta”, dan “lebih sadis dari cara gangster dilantik” adalah metafora yang mewakili perasaan si gadis sekolah.

Saya melihat pemilihan bahasa tersebut menampilkan performa gender yang paling primitif, kekerasan – bagi perempuan dipandang sebagai suatu yang menarik dan menyenangkan. Namun lebih dari itu, ada trauma pasca kolonial yang berhubungan dengan kekerasan, atau sekadar mockery jika mencintai lelaki kaukasian selalu ‘menyakitkan’.

Begitulah, analisis serampangan saya, semoga berkenan.

Comments

Popular posts from this blog