Skip to main content

Mempertanyakan Kembali Keberadaan Wiabu


Banyak yang bertanya kepada saya; Jan, otaku itu apa sih? Jan, wota itu apa sih? Jan, wiabu itu apa sih? Jan, kok kamu ganteng sih? Pertanyaan tersebut sudah sering saya dengar, dan sebenarnya saya males untuk terus menjawabnya. Namun untuk urusan yang satu ini, wiabu adalah terminologi yang masih dan harus diperdebatkan.

Wiabu adalah kata serapan (tidak resmi) dari term weaboo yang muncul bersamaan dengan berbunganya budaya internet circa 2005, 4Chan sebagai salah satu situs anonim terbesar (selain Reddit) berperan aktif untuk menyebarkan istilah ini. Weaboo sendiri adalah respon dari istilah wapanese (Wannabe Japanese), slur rasial yang ditujukan untuk orang (seringkali netizen) kulit putih yang terobsesi dengan budaya Jepang.

Weaboo sendiri mengalami perluasan makna, menurut Urban Dictionary, weaboo adalah:
“A negative term directed to anyone overly obsessed with Japanese culture to the point where they become annoying.Used frequently on the image boards of 4chan. Most weaboos are uneducated about their obsession of choice and are often noobs who are overly zealous, trying to impress others with their otaku knowledge. Another trait of a weaboo is their desire to "be Japanese".
While the two terms are often fused together, weaboos are very different from anime fans or enthusiasts. A fan may be just as enthusiastic and knowlegable about Japanese culture, mainly anime, but they neither boast about their knowledge nor call themselves otaku
(because of its known negative connatation).”

Sebagai bagian dari kata serapan, wiabu di Indonesia juga memiliki definisi yang kurang lebih sama. patut digarisbawahi, salah satu unsur terpenting yang melekat dalam istilah wiabu adalah “sifatnya yang cenderung menyebalkan”. Wiabu menyebalkan karena selalu membicarakan anime, wiabu menyebalkan karena selalu berbicara bahasa Jepang, wiabu menyebalkan karena berpikir seperti orang Jepang, dan sebal-sebal lainnya sehingga menjadikan istilah ini bernada negatif.

Padahal jika kita menelisik lebih jauh, jarang ada orang awam jejepangan yang mengejek seseorang dengan sebutan wiabu, karena mereka tidak tahu ada istilah itu! Faktanya, ejekan wiabu bersirkulasi diantara para fans jejepangan, membedakan mereka dalam kelompok casual fans dan wiabu yang terliyankan.

Fans jejepangan di Indonesia adalah arena kontestasi, setiap kelompok ingin membedakan diri mereka dengan kelompok lain, padahal dari preferensi tontonan anime, manga, dan musik, “selera” casual dan wiabu hampir tidak bisa dibedakan. Lantas kenapa orang harus melabeli orang lain dengan sebutan wiabu jika mereka berdua saja sebenarnya tidak bisa dibedakan?

Wiabu mungkin saja bukanlah istilah yang melabeli suatu orang atau kelompok tertentu, seperti kata “bego”, wiabu sebenarnya hanya kata ejekan yang bersifat merendahkan, orang yang diejek “bego” tidaklah benar-benar “bego”/tolol/bodoh, mereka hanya menyebalkan. Begitu juga wiabu.

Bagi saya definisi Urban Dictionary ini sudah tidak relevan, bentuk obsesi tidak bisa dilihat hanya sebagai kesatuan yang solid, masyarakat cair dan bisa bergerak kemana-kemana. Saya ambil contoh Abdul Hair, dia adalah penyuka musik jazz, preferensi bacaannya adalah karya sastra berkelas yang saya sendiripun takut untuk membacanya, namun ketika dia membicarakan karya-karya Studio Ghibli, tepatnya karya Hayao Miyazaki; matanya bersinar, nafasnya menggebu-gebu, dan hidungnya kempas-kempis, dia begitu bersemangat, dia terobsesi.

Apakah saya harus mengejek dia dengan sebutan wiabu? dia terobsesi dengan kakek-kakek yang menjadi perwujudan fondasi monumental dari industri anime Jepang yang kian megah hingga saat ini, secara tidak langsung Hair juga terobsesi dengan Jepang, dia juga tidak menemukan hal seperti itu di Indonesia, negaranya tercinta.

Istilah wiabu ini harus terus dipertentangkan, apa alasan istilah ini muncul hingga mendiskreditkan kehidupan normal fans jejepangan hanya karena mereka ‘sedikit antusias’? Lagipula kenapa istilah wiabu hanya terbatas untuk budaya Jepang? Kemana orang-orang yang terobsesi dengan budaya Amerika, menyebut pacarnya babe, mengucapkan terima kasih dengan thank you, dan rutin menyelip-nyelipkan istilah Inggris maha keren pada setiap percakapannya, kenapa hanya para fans jejepangan yang mendapatkan imbasnya hanya karena mengatakan “gomenne senpai”? Ini tidak boleh dibiarkan. Kini saya mendeklarasikan diri saya berdiri diantara mereka.

all hail japanese culture.

Comments

Popular posts from this blog