Andrea pulang dengan langkah lunglai ditengah gemerlapnya
kota Jakarta, sesekali ia menyeka keringat yang menetes di pelipis dengan
lengan, blazer dan blus yang menempel di tubuh pun begitu ingin ia tanggalkan,
Andrea ingin cepat sampai dirumahnya.
“Ah,
tauk gini gue enggak ikut makan-makan di Kemang sama anak-anak, mana batere
hape gua abis lagi,” ujarnya komat-kamit sambil menunggu angkot jurusan
Ciputat-Pamulang 2 untuk lewat.
Kali ini Andrea tidak begitu sial, ditengah bangke-nya kehidupan ia hari ini,
setidaknya kini Andrea bisa melanjutkan sumpah serapah yang ia lakukan terus
ketika berjalan, namun kali ini tidak dalam hati melainkan dengan suara
lantang.
“Tai.. tai.. mana tadi Pak Bayu
deketin gue melulu lagi pas makan, kagak malu apa itu tua bangka anaknya udah
dua??” komentarnya beriringan dengan suara hembusan angin.
Andrea berusaha untuk terus berbicara. Dia tahu, jika
terdiam, keheningan malam ini akan membuat ia merasa sendirian, dan kini Andrea
mulai merasa takut. Tidak banyak yang bisa dilihat Andrea kala perempuan
berambut sebahu ini melihat sekitar, hanya ada beberapa toko kelontong yang
telah tutup, dan hamparan lahan kosong yang hanya diterangi lampu bohlam yang
menyala temaram. Jalanan yang biasa ramai dengan mobil pun kini terlihat sepi,
membuat kekesalan Andrea makin menjadi-jadi.
“Kampret,
mana sih nih angkotnya! Lama banget enggak dateng-dateng, sukses banget dunia
hari ini bikin gue kesel.”
Selang beberapa menit Andrea misuh-misuh, dari jauh terlihat
pancaran dua sinar sejajar dari lampu mobil yang kian mendekat, setelah makin
mendekat, barulah Andrea tahu jika mobil tersebut adalah angkot yang selama ini
ditunggunya.
Andrea langsung melambaikan tangan, meminta angkot itu untuk
berhenti didepannya. Karena sudah malam dan hanya ada sedikit lampu penerangan,
ia tidak bisa dengan jelas melihat supir yang mengemudikan angkot tersebut,
keadaan seperti memburuk ketika Andrea juga menyadari tidak ada satupun
penumpang yang duduk dibelakang.
Namun Andrea tetap memberanikan diri untuk naik, baginya
lebih baik duduk sendiri dibanding duduk bersama laki-laki asing yang mungkin
saja bisa memperkosa, membunuh, dan membuang jasadnya ke kali Ciliwung. Dengan
sedikit menunduk, Andrea masuk ke angkot dan langsung duduk dibagian pojok
kanan belakang, angkotpun mulai berjalan.
Sepanjang perjalanan, hanya ada keheningan dan suara benturan atap mobil dengan lampu bohlam
kecil yang kabelnya menjuntai dari atas, temaram lampu berwarna
kekuning-kuningan tersebut membuat Andrea pusing, ditambah laju angkot yang
lambat namun tetap saja mengambil jalan yang rusak membuat ia makin kesal.
“Bang,
jalannya enggak bisa lebih cepet apa?” Ujar Andrea memecah keheningan.
“Ini rit terakhir neng, kasian kalo ada
penumpang yang ketinggalan,” ujar si supir dengan santai.
Andrea melengos, suka enggak suka, alasan abang supir itu
ada benarnya, ia kini memilih untuk menatap nanar dari balik jendela angkot,
melihat rumah-rumah yang penghuninya sudah terlelap didalam, bergerak menjauh
dari pandangan.
Angkot akhirnya tiba didepan jalan masuk perumahan tempat
Andrea tinggal, suasana depan perumahan yang biasanya diisi riuh rendah warung
yang ditongkrongi anak-anak muda, kali ini sepi. Warung tersebut tutup, hanya
menyisakan lampu bohlam yang menyala. Andrea turun dari angkot dan menghampiri
jendela penumpang depan untuk memberikan selembar 50 ribuan kepada supir
tersebut.
“Sori
bang, kagak ada duit kecil,” ujar Andrea sambil menyodorkan uang kepada pria
yang wajahnya masih tidak terlihat itu.
Supir
tersebut perlahan mengambil uang itu dan berkata, “bentar ya neng, saya cari
kembalian dulu.”
Andrea terdiam, dia mengamati gerak-gerik supir tersebut
yang sama sekali.. tidak bergerak. Dia
seharusnya merogoh kantong untuk memberikan kembalian, namun kenapa hanya diam?
Pikir Andrea. Karena tidak sabar, Andrea kembali bersuara,
“Bang?”
Seperti patung, supir tersebut sama sekali tidak bergeming.
“Bang,
kok diem aja?” Tanya Andrea lagi.
“Bang?”
“Woi,
Bang!”
Tiba-tiba supir angkot tersebut langsung tancap gas, melaju
sekencang-kencangnya meninggalkan debu
dan Andrea yang terbengong-bengong, dari jauh terdengar suara supir angkot
tersebut,
“Makasih
ya neng!” Teriak supir angkot tersebut sambil melambaikan uang 50 ribu itu di
udara.
“Dasar
angkot SETAAAAAAN!” Maki Andrea ditengah kegelapan malam.
.
.
.
.
.
GIMANA? SEREM KAN?
hahah lucu banget kak
ReplyDeletealat berat terbesar komatsu