Skip to main content

Kesimpulan yang sedikit membuatku malu ketika melihat kamu tertawa dan bersemangat di atas panggung, singkat kata aku suka

ini namanya Zara, doi berperan sebagai Disa, adik dari Dilan yang diperankan Iqbal. Dilan sendiri adalah film yang diadaptasi dari novel titular karya Pidi Baiq (Courtesy: Jawa Pos)

Ketika Bourdieu mengatakan selera bisa diperdebatkan, aku yakin Bourdieu tidak pernah mengenal JKT48. Selera, bagi fans JKT48 adalah hal personal dan sepertinya tidak bisa dibedakan; cantik, semua anggota JKT48 tentu cantik. Lucu, banyak anggota JKT48 yang lucu-lucu, tetapi mengapa semua fans memiliki pilihan idola yang beragam? Salah satunya karena memang anggota JKT48 terhitung banyak – lebih 40an orang.

Jika Bourdieu hidup di abad 21 dan melihat JKT48, aku yakin dia juga akan berkata, “waaah, Zara luvchu ya!”. Soal selera atau distingsi, Bourdieu tidak lagi peduli, dia kini adalah fans yang mendukung idolanya sepenuh hati.

Imajinasi liar diatas, mungkin tidak akan terjadi ketika penelitian cultural studies stagnan ditangan mazhab frankfurt dan aliran neo-marxisnya. Proses produksi dalam sebuah sirkuit budaya mereka lihat, adalah deception, alienation, domination, dan tion tion lainnya. Demikian jika JKT48 hidup di era 1960an – ketika terma posfordisme mulai lazim, Adorno tentu berkata, “HARAAAM! JKT48 HARAAM! Ini pseudo-individuation! Kalian ditipu mentah-mentah!”

Pseudo-individuation kata Adorno,  adalah trik industri untuk memberikan konsumen semacam kebebasan, berdasarkan ‘pilihan’ dari perspektif logika indsutri. Kenapa JKT48 anggotanya banyak? Tentu karena konsumen dipersilahkan memilih siapa idola favorit mereka, dengan tetap berada di lingkup besar JKT48, hei! Ternyata fans JKT48 tidak benar-benar bebas.

Sebenarnya tanpa perlu membaca buku Culture Industry, fans JKT48 tahu jika mereka telah digoblok-gobloki, setidaknya mereka sudah emansipatoris. Skandal yang banyak terjadi, anggota JKT48 ketahuan berpacaran dan melanggar golden rules sedikit banyak mengubah perspektif fans yang tadinya;

“Anggota JKT48 dilarang pacaran! Bagaimana mereka mau menggapai mimpinya jika sibuk berpacaran!”

Menjadi,

Ah, semua anggota JKT48 pasti sudah punya pacar, yang ketahuan itu yang lagi apes-apesnya. Bodo amat lah kalian mau pacaran, asal nggak ketahuan kami para fans.”

Pikiran-pikiran tersebut menyebar di udara, tetapi teater JKT48 tetap ramai, mention idola di Twitter tetap sering, kangen-kangenan, gesrek, tubir, tidak ada yang berubah, fans JKT48 masih senang hati melakukan kegiatannya.

What kind of sorcery is this?

Setelah Adorno dan Bourdieu, seseorang bernama Jenkins hadir dan berkata, “mas begini loh, jangan terlalu cupet memandang suatu persoalan, kemarin aku ditanyain Zara pas lagi sesi hi-touch, katanya ‘kemana kakak-kakak ganteng yang waktu itu?’ aku bilang, ‘Bourdieu sama Adorno sudah pensiun dari dunia idol’, terus Zara kaya cemberut gitu, muka cemberutnya luvchu banget.”

SEKETIKA ITU ADORNO DAN BOURDIEU LANGSUNG MENUJU FX SUDIRMAN

Jenkins adalah fans baru JKT48, masih muda. Dia membawa sesuatu yang mungkin saja akan terus bertahan berpuluh-puluh tahun untuk komunitasnya yang bernama fandom. Menjadi seorang fans JKT48 tidak sesederhana persoalan tipu menipu, tetapi lebih dari itu, JKT48 adalah arena bermain dimana fansnya membangun komunitas alternatif, ikatan dengan fans lainnya, sambil tetap memoles kemampuan kreatifnya untuk berkontribusi.

Kalau kamu kira fans hanya ditentukan oleh seberapa banyak uang yang kamu habiskan untuk idola kamu, “salah besar,” kata Jenkins.

Aku suka bagaimana UMN48, orang-orang yang memiliki latar belakang sebagai lulusan sinematografi membuat vlog-vlog estetik tentang JKT48. Dapur Wewo, dan TG Purnama pun seperti itu, meski dengan latar belakang berbeda, ketiganya tetap menghasilkan karya yang khas.


Aku suka bagaimana orang-orang seperti OakTheory, Rangga Pranendra, Saturday Night Karaoke, memoles dan memaksimalkan kemampuannya untuk mengcover dan membuat lagu tentang JKT48, sesuai dengan preferensi dan keahliannya di bidang musik terkait.



Ada juga Mamen.id, mereka membuat media yang menjadi wadah bagi para fans JKT48 yang ingin menulis, mereka menulis dengan suka rela, tentang apa saja terkait JKT48. Orang-orang dengan latar belakang desain grafis didalamnya membuat ilustrasi tentang anggota JKT48 yang sedang berulang tahun, meen karya-karya mereka sangat keren.


Kawan saya, Hair juga memiliki teman yang suka menulis cerpen tentang JKT48. Meski bagi Hair cerpen temannya tentang Kinal JKT48 sangat klise dengan logika cerita yang kacau (selera Hair soal sastra memang tinggi) – temannya, tidak bisa tidak menjadi bagian tak terpisahkan dari kerajaan fans JKT48.

Bourdieu, Adorno, Jenkins, dan Hair (loh kok dia termasuk?) mungkin hidup di era yang berbeda, pemikiran mereka pun banyak berseberangan, dipengaruhi dan mempengaruhi pemikiran lainnya. Aku tidak bisa mengatakan Bourdieu dan Adorno adalah fans JKT48 yang dikucilkan. Ketika aku iseng-iseng bertanya kepada Jenkins mengenai alasan dia mengidolakan JKT48, Jenkins berujar,

                “Bourdieu dan Adorno.”

                “Hah?” Aku kesulitan mendengar Jenkins bergumam.

                “Iya, mereka lah yang meracuniku tentang JKT48, mereka yang pertama kali mengajak aku ke FX Sudirman. Bourdieu dan Adorno,” tutup Jenkins.


*Judul blog ini merupakan rip-off dari singel JKT48 berjudul “Kesimpulan yang Sedikit Membuatku Malu setelah Beberapa Hari Berpikir akan Berubah Seperti Apakah Hubungan Kita jika di Jalan Penuh Pohon Rindang Kukatakan ‘Indahnya Senyum Manismu dalam Mimpiku’.”

Comments

Popular posts from this blog