Skip to main content

MOVIE REVIEW – 5 Centimeters Per Second (2007)

Contain with spoiler, read it wisely.
Rating: 10.0
Hey, they say it’s five centimeters per second.”,  “What do you mean?”, “The speed at which the sakura blossom petals fall... Five centimeters per second.”

Pernyataan Akari tentang kecepatan gugurnya bunga sakura, merupakan repetisi dari banyaknya kejadian yang akan muncul dalam film ini. Tampil dalam ketiga segmen yang berbeda, Five Centimeters Per Second membuat “Oukashou”, “Cosmonaut”, dan “Byousoku 5 Centimeter” menjadi satu-kesatuan melalui sudut pandang yang berbeda.

Temui Takaki (Kenji Mizuhashi), laki-laki yang terjebak dalam kondisi percintaannya sendiri, terjebak dalam dua pilihan, bertahan ataupun terus berjalan. dalam “Oukashou”, Takaki menceritakan masa kecilnya juga pertemuannya dengan Akari (Yoshimi Kondou) melalui sudut pandangnya sendiri. Sedangkan dalam “Cosmonaut”, Kanae (Satomi Hanamura), adalah perempuan yang menaruh hati kepada Takaki yang baru saja pindah ke Kagoshima untuk menyelesaikan SMA-nya. Segmen terakhir, “Byousoku 5 Centimeter” merupakan segmen yang bercerita tentang Takaki dan Akari saat mereka menginjak umur 20-an.

Sebagai animasi dengan desain visual yang mumpuni, Makoto Shinkai sebagai penggarap film boleh disandingkan dengan Hayao Miyazaki, sutradara animasi kenamaan asal Jepang yang terkenal dengan filmnya, Howl’s Moving Castle. Karya Makoto Shinkai dalam film ini tidak hanya sebatas pada kemampuannya merefleksikan dunia melalui gambar animasi, tetapi juga perhatiannya terhadap detil-detil terkecil, membuat film ini sarat makna.





 Five Centimeters Per Second merupakan kumpulan alegori yang memaksa penontonnya untuk menikmati film tersebut berulang-ulang. Misalnya dalam “Cosmonaut”, Kanae yang ditampilkan sangat menyukai Takaki, rela menunggu sampai Takaki pulang, dengan tujuan pulang bersama-sama tanpa menimbulkan unsur kesengajaan. Takaki memang tidak tahu, dan tidak akan pernah tahu. Tetapi hal tersebut juga kembali diceritakan dengan gagalnya Kanae, sebagai peselancar untuk bisa menaklukan ombak, kejadian tersebut berulang terus-menerus, hingga pada penutupnya, Kanae berhasil menaklukan ombak tersebut.

Scoring dari Tenmon untuk mengisi musik dalam film ini juga patut diacungi jempol. Kemampuannya dalam menghantarkan perasaan penonton mengikuti aliran dalam film ini sangat mengagumkan, musiknya tidak mendominasi, tetapi menjadi satu kesatuan dalam gambar juga cerita. Lalu pada original soundtrack, Masayoshi Yamazaki dengan “One More Time, One More Chance” memberikan satu simpulan. Dalam “Byousoku 5 Centimeter”, lagu tersebut diplot sebagai penutup dengan mewakili kejadian mereka bertiga secara keseluruhan, burst of frame, yang melingkupi satu tema besar, “berikan aku waktu, berikan aku kesempatan sekali lagi”.

Seraya mengulang tulisan diatas yang membicarakan repetisi dari film ini, dalam awal film diperlihatkan bagaimana Takaki dan Akari di waktu kecil mereka, saat mereka sedang berlari dan dipisahkan oleh palang pintu kereta, Akari dengan polos berkata, “tahun depan, maukah kita menyaksikan mekarnya bunga sakura bersama-sama lagi?” Sebelum kereta memisahkan mereka berdua. Memang sebuah repetisi dan alegori, nyatanya sebelum film ini berakhir, Takaki dan Akari dihadapkan pada peristiwa yang sama, peristiwa yang pada akhirnya... (MFA)


Comments

Popular posts from this blog