Skip to main content

MOVIE REVIEW – Anohana The Movie: The Flower We Saw That Day (2013)

Rating: 7.5
contain with spoiler, read it wisely!
Sebagai sidestory dari serial berjudul sama yang pernah melejit pada 2011, Anohana The Movie bercerita tentang kisah selanjutnya dari Jintan (Yumi Irino) dan kawan-kawannya setelah ditinggal oleh Menma (Kayano Ai).

Selain diproduksi oleh A-1 Pictures – perusahaan yang banyak membidani lahirnya film bergenre slice of life, Anohana The Movie juga disokong oleh orang-orang berpengalaman macam Tatsuyuki Nagai sebagai sutradara, Mari Okada sebagai penulis skenario, dan REMEDIOS sebagai komposer yang mengisi BGM dari film ini.

 Dengan titel “A Letter To Menma”, Jintan bersama kawan-kawannya yang tergabung dalam grup Super Peace Busters memutuskan untuk membalas surat dari roh Menma yang pernah mengunjungi mereka.

 Melalui surat tersebut, Jintan, bersama Anaru (Haruka Tomatsu), Yukiatsu (Takahiro Sakurai), Tsuruko (Hayami Saori), dan Poppo (Takayuki Kondou) coba membangkitkan kembali kenangan mereka tentang Menma dan proyeksi mereka setelahnya.

Proyeksi yang mereka tampilkan dalam film ini memang bisa berarti banyak, tentu ada pertemanan, konflik percintaan, maupun penyesalan. Bisa dibilang, Anohana menawarkan tragedi romansa kompleks yang bisa sangat menarik untuk dinikmati.

Jika anda menonton sampai habis ke-11 episode dari serial Anohana sebelumnya, tentu anda mengerti jika telah terjadi cinta segi lima didalam grup Super Peace Busters itu sendiri.

Cinta segi lima ini berputar dalam perasaan Jintan dan Menma yang sudah saling mencinta tetapi harus terpisah, juga perasaan Anaru yang menaruh hati kepada Jintan disaat Yukiatsu juga memiliki perasaan yang sama terhadap Menma.  

Disisi lain, Tsuruko yang memendam perasaan terhadap Yukiatsu, harus menghadapi bayang-bayang pahit jika Yukiatsu yang selalu mencintai Menma tidak akan pernah menganggap dirinya.

Sebagai sebuah repetisi, Anohana The Movie memberikan pandangan dari setiap karakternya akan tragedi yang sebelumnya tidak terwakilkan oleh serial Anohana. Misalnya saja Anaru, perempuan yang sudah lama menaruh hati kepada Jintan ini diceritakan sangat kesulitan dalam mengungkapkan isi hati kepada Menma melalui surat yang ditulisnya.



Skenario simpel nan apik membuat saya menyematkan kredit kepada Mari Okada selaku penulis skenario. Dengan lebih banyak menyajikan monolog pada tiap adegannya, membuat film ini terkesan menenangkan dibanding serialnya yang “menguras air mata”.

Okada menyajikan dengan jelas skenario setiap pandangan karakter dalam Anohana The Movie, walaupun banyak terdengar sentimentil, tetapi skenario tersebut masih dalam tahap kewajaran dan sangat normal.

Wanita yang juga menulis skenario untuk Hanasaku Iroha dan Nagi No Asukara ini telah menampilkan kemampuannya dalam mewakili sebuah plot dengan beranalogi. Misalnya dalam bagian awal film ini, Menma memberikan pandangannya tentang grup Super Peace Busters dengan berujar, “ ‘everyone’ means, not something lined up and hardened like dango”, but more like a grain of rice, one by one gathered together, then starting to boil and becoming warm rice.”

Thats what ‘everyone’ means to Menma.”



Selain skenario apik dari Mari Okada, scoring dari REMEDIOS juga patut diberikan apresiasi, diwarnai dengan perpaduan piano dan biola, REMEDIOS sukses membuat penonton lebih mendalami tiap-tiap adegannya.

Tidak hanya itu, trio seiyuu dalam film ini – Kayano Ai, Haruka Tomatsu, dan Hayami Saori juga berhasil dalam membawakan remake dari lagu “Secret Base ~Kimi Ga Kureta Mono~” yang pernah dipopulerkan grup band wanita yaitu ZONE. Lagu ini juga digunakan sebagai pemicu air mata dan pendamping dari adegan klimaks nan ikonik dari episode terakhir yang kembali ditampilkan dalam Anohana The Movie.



Seperti yang saya tulis di paragraf sebelumnya, anda mungkin tidak bisa mendapatkan dasar cerita yang lengkap sampai atmosfirnya, sebelum menyelesaikan ke-11 episode serial Anohana. Karena Anohana The Movie merupakan sidestory dari serial Anohana, maka tidak bisa dipungkiri jika keseluruhan cerita memang berasal dari serial tersebut.

Banyaknya repetisi juga menjadikan film ini dilematis, bagi orang yang sudah menonton serialnya akan membuat film ini terlihat membosankan, sedangkan bagi orang yang belum menonton serial tersebut akan kesulitan dalam mencerna pesan dari film ini.

Repetisi yang diambil dari adegan-adegan dalam serial Anohana juga menjadikan transisi antar adegan di film ini sedikit timpang. Entah kesengajaan atau bukan, tetapi memang terlihat perbedaan antara adegan yang muncul di serial dengan adegan yang baru dibuat untuk keperluan film ini, adegan dalam serial terlihat lebih grainy dibandingkan adegan asli dalam film tersebut yang lebih terlihat halus.

Agaknya memang terlalu naif jika Anohana The Movie dan serialnya hanya dijadikan film yang menceritakan konflik percintaan antar tiap karakternya. Tetapi lebih daripada itu, ada rasa yang lebih dijunjung tinggi daripada percintaan, yaitu persahabatan antar sesama.

Menma yang pernah merasa menjadi outsider karena perawakannya yang berbeda, dalam konklusinya berucap, “Menma believes,”, “whenever it is, everyone from Super Peace Busters”, “can find me anywhere i am,”. Sebuah rangkaian yang menarik, karena pada akhirnya Super Peace Busters harus bermain petak umpet agar roh Menma bisa kembali tenang di alam sana. (MFA)




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog