Skip to main content

Terima Kasih Kim Jong Un Kau Mempersatukan Kami, Fans K-Pop dan J-Pop

Jepang dan Korsel itu mirip Amerika dengan Rusia, hubungannya naik turun tetapi lebih banyak marahannya. Buntutnya bisa ditarik jauh pas Perang Dunia Kedua, kalau Amerika dan Rusia (Soviet ketika itu) sedikit banyak lantaran memperebutkan patok Jerman lengkap dengan obral ideologi komunisme vs liberalisme, Jepang dan Korsel adalah mantan penjajah dan terjajah dimana si penjajah sampai sekarang berlagak lupa dan ngga pernah minta maaf karena pernah membantai masyarakat terjajah.

Akhirnya hingga sekarang, Jepang dan Korsel masuk dalam fase diem-dieman, mirip-mirip remaja SMA kalo lagi ngambekan, disapa cuma nyengir, dibelakang diomongin, hadeh. Persaingannya pun begitu kentara, ngga hanya di ranah industri teknologi, tetapi juga sampai ke hal yang lebih remeh (baca: budaya pop).

Korsel misalnya, selepas pendudukan Jepang, segala hal yang berbau jepangisasi dilarang (kamu bisa googling Law For Punishing Anti-National Deeds 반민족행위처벌법), tidak ada yang namanya anime, film atau drama Jepang di Korsel, kalaupun ada film-film tersebut haruslah bagus banget hingga memenangi Academy Award. Aturan tersebut mungkin sudah tidak seketat dulu, namun hingga kini anime dan drama Jepang masih tetap tidak diperbolehkan tayang, setidaknya di saluran terestrial Korsel.

Jepang sebaliknya, karena punya harkat dan martabat yang tinggi terhadap negaranya, semua produk budaya pop yang masuk haruslah menjunjung tinggi budaya Jepang, salah satunya dengan berbahasa Jepang. Musik-musik Korsel karena hal tersebut, mesti repot-repot mengalih-bahasakan video klip, lagu-lagu mereka, bahkan hingga nama penyanyinya ke bahasa Jepang, ambil contoh SNSD menjadi Shoujo Jidai, atau MV-MV Korsel yang berlabel japanese version di YouTube.

Aksi boikot dan jual mahal yang dilakukan kedua negara sedikit banyak mengubah perspektif masing-masing fans; J-Pop dan K-Pop. Keduanya mayoritas bersikap puritan dan menganggap jika Korsel adalah se-Korsel-nya Korsel, dan Jepang adalah se-Jepang-nya Jepang, maksudku mereka saling meliyankan satu sama lain, sambil mengagung-agungkan preferensi masing-masing.
Ambil contoh ketika G-Dragon dan Mizuhara Kiko menjalin kasih, fans K-Pop sambat bukan main. Sebaliknya ketika ada personil JKT48 yang mendengarkan lagu-lagu K-Pop sambil menirukan tariannya, fans J-Pop misuh-misuh, “DIMANA ETIKA KAMU, HORMATI BUDAYA JEPAAAAAAANG!”

Puritan dan fanatisme agaknya menjadi wajar, ketika para fans sudah terlibat begitu intim dengan idolanya masing-masing, atau lantaran terpapar wacana  chauvinisme kedua negara. Tetapi seperti mengutip percakapan Henry Jenkins dengan Matt Hills, kamu tidak bisa menyamakan fans dengan pemeluk agama; di pagi hari kamu bisa sangat Jak Mania, di malam hari kamu adalah Liverpudlian, identitas diri seorang fans begitu cair. Tetapi mungkin pernyataan ini bisa dikoreksi sedikit, karena kenyataannya pemeluk agama pun kini juga begitu cair, hehe~

Bersikap puritan, hanya untuk mendukung budaya pop yang disukai, apalagi ditengah runtuhnya batas-batas negara a la globalisasi, menjadi tidak lagi relevan. Hal tersebut, kini makin diperjelas dengan hadirnya Produce 48, kolaborasi variety show Korsel bernama Produce 101 dengan Yasushi Akimoto selaku konseptor dari AKB48.

Mnet, salah satu saluran TV terbesar di Korsel secara resmi mengumumkan kolaborasi tersebut di perhelatan MAMA 2017 kemarin (29/11). Konsep detilnya memang belum diberitakan, namun informasi tersebut sukses membuat fans K-Pop dan J-Pop membahas hal tersebut secara bersamaan. Dalam hati kecil para fans mungkin terdengar sayup-sayup, “apakah ini waktunya kami mengibarkan bendera putih dan mengumumkan gencatan senjata?”

Produce 48 sejatinya – seperti kolaborasi-kolaborasi yang pernah dilakukan sebelumnya merupakan cerita dimana industri-industri kapital dunia hiburan berkongsi untuk mengakumulasikan modal. Pada akhirnya, ini hanyalah sebuah pop cosmopolitanism – meminjam konsep Jenkins, bahwa setiap orang, setiap budaya, dimana saja, bisa menjadi apa saja, sederhananya seperti itu.

Contohnya beragam, kerja sama Disney untuk mendistribusikan film-film Studio Ghibli di Amerika, hingga munculnya aktor-aktor Mandarin seperti Jackie Chan untuk membintangi film Hollywood, hingga yang paling menarik; penyutradaraan Ang Lee, sutradara kelahiran Taiwan yang belajar di Amerika untuk Crouching Tiger Hidden Dragon, film pertama Ang Lee yang memakai latar dataran Cina, film yang disebut-sebut, “... begitu timur untuk penonton barat, namun disisi lain, begitu barat untuk penonton timur.”

Tetapi apakah kolaborasi Korsel dan Jepang ini sejatinya hanya soal keuntungan? oh tentu tidak. Korsel dan Jepang tahu, jika budaya pop adalah salah satu cara mereka untuk menyatukan diri dari musuh bersama yang kian terlihat ngeri-ngeri sedap, siapa lagi kalau bukan oppa Kim Jong Un dengan negara Korut-nya, dan seperti Ariel Heryanto bilang, budaya populer secara fundamental memang berwatak politis.


Jadi, ketika Kim Jong Un meluncurkan rudal Hwasong-15, kalian para fans J-Pop dan K-Pop jangan takut karena Korsel dan Jepang meluncurkan Produce-48!

Comments

  1. [XS] titanium tube | Baojititanium
    [XS] titanium tube (1) | Baojititanium - The ideal alternative 성남 출장안마 for building 김제 출장안마 your home with 김포 출장마사지 modern tools and 경기도 출장안마 tools. titanium wire · The

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog