Skip to main content

Masa Depan Gojek yang Membosankan

Seperti biasa, saya sedang mengarungi kanal Youtube menonton dedek-dedek JKT48 berjoget riang gembira. Entah dari mana datangnya, iklan terbaru Gojek tetiba tampil, judulnya ‘Hidup Tanpa Batas Itu Apa Sih?’ berdurasi satu menit 33 detik, nggak bisa diskip lagi.

Awalnya saya mikir iklan terbaru Gojek ini macam polling-polling kekinian yang ada di Twitter dan sekarang juga menular ke Instagram, duh Gusti. Baru mau komentar, “hidup tanpa batas itu ketika bisa mengkritik tanpa harus takut dipersekusi atau dijebloskan ke bui.” Lah ternyata bukan polling, tapi cuma siasat Gojek untuk mengundang rasa penasaran warganet, untung komentarnya belum saya kirim, bisa tercyduk saya nanti.

Anw, Gojek punya visi soal masa depan, masa dimana pelanggan Gojek hidup tanpa hambatan, semuanya serba mudah, pokoknya endeus deh! Kita ngga perlu lagi meeting tanpa telat, mager tanpa laper, ketinggalan tanpa kepanikan, belanja tanpa parkir, hidup tanpa dompet, cinta tanpa status, dan tanpa-tanpa lainnya. Tentu saja sebagaimana visi tersebut bekerja, misinya adalah dengan menggunakan aplikasi Gojek, kapan saja, dimana saja.

Saya membayangkan, hidup di masa depan versi Gojek akan serba instan. Saya tinggal leha-leha, pijit sana pijit sini, makanan dan minuman dateng, rumah segalanya ada yang membersihkan, bahkan urusan kantor, atau sekadar iseng-iseng nulis di Mojok blog, juga ada yang mengerjakan. Rasanya kok mirip-mirip abad ke-22 Doraemon, bedanya bukan robot yang membantu kita, tapi abang dan mbak Gojek yang baik hati dan tidak sombong, unch~

Meski demikian, apa benar masa depan versi Gojek ini menyenangkan? Lantas saya teringat film Disney berjudul Wall E, diceritakan pada masa tersebut manusia telah menggendut, kehilangan kemampuan untuk bergerak, lantaran merasa terlalu nyaman oleh kursi canggih yang mampu menjawab semua kebutuhan mereka; memesan makanan, bermain game, hingga terhubung dengan teman jauh, yang bahkan tidak disadari ternyata berada di sampingnya.

Logika teknologi melihat kenyamanan berdasarkan seberapa efektif dan efisien sebuah proses bisa dipangkas sedemikian rupa, agar menjadi lebih cepat. Misal kehadiran mesin cuci memangkas proses gosok-menggosok pakaian yang lama dan melelahkan, atau teknologi pesawat mampu memotong durasi perjalanan Jakarta-Jogja yang ditempuh delapan jam dengan kereta, diselesaikan hanya dengan tempo satu jam saja, dan memang kecepatan membuat kita nyaman.

Logika tersebut kini juga dipakai Gojek sebagai kekuatan utama dalam iklannya, namun bukankah hal tersebut juga bisa dilihat sebagai kepasrahan manusia yang menyerahkan hidup dan matinya kepada kuasa teknologi? Kini kita selalu dihantui rasa tidak nyaman. Commuter datang terlambat, waktu terbuang, marah-marah di medsos, tidak nyaman. Sinyal wifi gangguan, nggak bisa internetan, maki-makin admin di Twitter, tidak nyaman. Lauk pauk habis, jalan ke warteg, panas dan keringetan, tidak nyaman.

Demi penyegaran temlen, logika tersebut mesti saya balik. Ketidaknyamanan mampu membuka ruang-ruang kemungkinan yang kini tertutup oleh kecepatan dan kenyamanan teknologi. Mari berkaca, alih-alih berpikir hal apa yang bisa kita dapatkan dengan adanya kehadiran teknologi, berpikirlah hal apa yang kini telah hilang dan ditinggalkan akibat perkembangan teknologi?

Tanggap teknologi boleh, dikendalikan teknologi jangan. Kamu tahu jika 99% rakyat Korea Utara bertemu calon pasangan mereka di jalanan, bukan dari aplikasi Tinder? Iya karena internet di negara mereka memang dilarang, maksud saya adalah kemungkinan-kemungkinan tersebut tidak bisa kita kesampingkan, ketidaknyamanan tidak seharusnya membuat kita menjadi pemarah, sante aja boscuu..

Lauk pauk habis, coba jalan ke warteg untuk membeli orek, siapa tahu di jalan kita bisa berjumpa dengan jodoh atau rekan untuk membuka bisnis ayam geprek bersama. Rumah kotor, coba bersihkan dan rapikan sendiri, siapa tahu kita menemukan harta karun, album foto masa kecil yang lama tidak pernah kita buka. Sembako habis? Ya belanja sendiri ke supermarket, coba lihat ada hal baru apa sih disana, kita nggak akan tahu kalau supermarket menjual deodoran untuk gorila atau keripik dengan rasa yang pernah ada kalau kita nggak melihatnya sendiri.

Ada ungkapan menarik dari George Bernanos, penulis Perancis. Dia bilang mesin mampu menyimpan waktu yang berharga, segalanya serba cepat. Namun ketika manusia sedang menuju tiang gantungan, berjalan dengan amat sangat lambat mungkin adalah cara terbaik untuk menuju ke sana. Itulah mengapa masa depan yang Gojek tawarkan dalam iklannya cenderung membosankan, deru modernitas tidak seharusnya membuat kita ikut terbawa arus dengan terburu-buru, rehat sejenak dan nikmati dunia~

Comments

Popular posts from this blog