Skip to main content

MOVIE REVIEW - Tekkonkinkreet (2006)

Rating: 7.0
Ketidakteraturan itu sendiri adalah sebuah keteraturan, setidaknya itulah kata-kata yang menggambarkan Tekkonkinkreet. Film garapan Michael Arias yang digubah dari manga karya Matsumoto Taiyo ini, mungkin merupakan film animasi dengan background art paling mencengangkan dari semua film animasi yang pernah saya lihat.

Saya tidak akan mengatakan ini adalah film yang simpel; tipikal Jepang. Tekkonkinkreet menyajikan gambar-gambar memusingkan, background art yang menjadi latar belakang adalah pembenturan dari hampir semua budaya yang ada di dunia, semuanya dicampur-adukan menjadi satu, dalam sebuah setting yang disebut Treasure Town.



Treasure Town sendiri adalah kota sumpek kehidupan, tempat Kuro (Kazunari Ninomiya) dan Shiro (Yu Aoi) tinggal dan bertahan hidup sebagai anak jalanan. Tekkonkinkreet menceritakan perjuangan mereka berdua dalam mempertahankan Treasure Town, rumah mereka, dari gerombolan yakuza, sampai mafia licik serta para pembunuh bayarannya yang berencana membangun taman bermain besar di kota Treasure Town tersebut.

Film ini sadis, juga banyak menampilkan darah di setiap adegannya. Visualisasi karakter yang ada didalam Tekkonkinkreet ini juga banyak membuat saya bergidik, artwork nya sedikit “mengganggu”, mulai dari bentuk badannya, sampai ke gestur mereka, tidak mengingatkan saya pada dunia sedikitpun.


Memang pure imaji, Tekkonkinkreet menyajikan banyak cult yang mungkin merepresentasikan buruknya dunia melalui penggambaran meta-fisis, dan gambar-gambar lucid sebagan transisi antar adegannya, entah. Semuanya memang diceritakan sebagai simbol,  nama mereka pun, yang merupakan arti kata dari hitam “kuro”, dan putih “shiro”. Secara harfiah mungkin adalah perwujudan dari sebuah bentuk yang sebenarnya tidak akan bisa digabungkan, seperti yin, juga yang.

Sayangnya saya tidak merasakan klimaks dalam film ini, walaupun dibidani oleh banyak publisher kenamaan macam Studio Ghibli, Aniplex, dan Studio 4°C, Tekkonkinkreet tidak terlalu memuaskan secara dramaturgi. Tetapi, dampak dari cult dan simbolisasinya masih terbayang jelas dalam benak saya. Sebuah cerita, cerita tentang dua kekuatan kecil yang saling berseberangan, muncul untuk mengatur sebuah kehidupan yang penuh ketidakteraturan. Ketidakteraturan dengan ketidakteraturan, ordo ab chao.

This is Planet Earth, Agent White.”, “Do you read me, over?”, “Today i kept peace on this planet.”, Over?”, “This Planet’s very peaceful.”, “Over and out.” –Shiro. (MFA)


Comments

Popular posts from this blog