“Bagiku, jika dulu golput adalah perlawanan, sekarang golput adalah ketidak-pedulian, karena membiarkan kejahatan kembali berkuasa.” – Kill The DJ Pernyataan Kill The DJ A.K.A Marzuki Mohammad diatas, kembali membangkitkan pertanyaan masyarakat tentang wacana golput dan relevansinya pada masa kini. Golput saat Orde Baru memang dipakai sebagai alat perlawanan, karena pada era tersebut jelas pemilu yang diadakan adalah fiktif dan manipulatif. Orde Baru sekarang berganti ke era Reformasi, meskipun begitu kenyataan “jika masih banyak yang golput” tetap tidak berubah, golput saat itu memang mewakili kaum muda apatis yang sering dilabeli hipster . Dalam tulisan M. Fajri Siregar di laman jakartabeat.net, hipster bisa diartikan sebagai kaum muda yang tidak bisa ditelisik bentuk preferensinya. Terlepas dari galaunya anak hipster , pada pemilu 2009 angka persentase golput menyentuh titik tertinggi dengan 39%, setelah sebelumnya 8% (1999), dan naik sampai 23% pada 2004. Bahkan Tamrin...
I wrote about anything. Then i tell them nothing.